Selama Nyepi 2018, untuk Kali Pertama Amati Internet Di Bali

Tak Berkategori

Denpasar, ( JKN ) – “Untuk meminimalkan dampak-dampak akses internet, seperti media sosial (hoaks dan konten negatif), yang mengganggu kekhusyukan dari ibadah Nyepi,” ucap Dirjen Penyelenggara Pos dan Informasi (PPI) Kemenkominfo Ahmad M Ramli.

Itulah penjelasan resmi terkait tujuan dari Surat Edaran Nomor 369 Tahun 2018 dari Kemenkominfo kepada operator telekomunikasi untuk menghentikan sementara layanan akses internet (off air) selama Hari Besar Nyepi 2018 dari Sabtu (17/3) pulkul 06.00 Wita hingga Minggu (18/3) pukul 06.00 Wita.

Namun, “off air” itu tidak berlaku untuk objek vital, yakni 34 rumah sakit, satu markas Polda, sembilan markas polres, markas Kodam, markas korem/kodim, SAR, ambulans, pemadam kebakaran, dan kantor BMKG.

Sebagai kebijakan baru yang diberlakukan mulai Nyepi 2018, tentu pro-kontra muncul tanpa diundang, sebab kebijakan penutupan Bandara Ngurah Rai Bali pada 19 tahun silam juga mendapati polemik yang mirip.

Padahal, dampak dari “Amati Internet” hanya bersifat lokal dalam radius wilayah Bali dan masih ada pengecualian pada objek-objek vital, sedangkan dampak penutupan bandara justru bersifat internasional, karena ratusan penerbangan harus batal, namun akhirnya dipahami sebagai “keunikan” Pulau Dewata dan menjadi “wisata” Nyepi.

Imbauan Menkominfo untuk “amati internet” tersebut merespons Seruan Bersama Majelis-Majelis Agama dan Keagamaan Provinsi Bali terkait Pelaksanaan Hari Nyepi Tahun Caka 1940 tertanggal 15 Februari 2018, khususnya butir keempat dari seruan itu.

Pada butir keempat seruan tersebut, tertulis bahwa provider penyedia jasa seluler diharapkan untuk mematikan data seluler (internet) dari hari Sabtu (17/3) pukul 06.00 Wita sampai dengan Minggu (18/3) pukul 06.00 Wita. “Amati internet” ini “seolah-olah” melengkapi catur brata penyepian, yakni amati geni, (api/lampu) lelanguan (foya-foya/nafsu/puasa), lelungan (bepergian/koreksi diri), dan karya (bekerja/berdoa).

Kami harapkan masyarakat jangan emosilah, ini ‘kan imbauan bersama-sama. Kalau dari pihak provider menerima imbauan itu bagus, kalau tidak kan tidak ada sanksi, kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana (12/3).

Sudiana berpandangan, penghentian internet memberikan dampak positif bagi yang merayakan Nyepi.

Di internet itu kan banyak hiburan, selama setahun kita sudah mencari hiburan, maka sehari kita hentikan otak ini dari hiburan supaya jernih, ujar Sudiana.

Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali Nyoman Sujaya bahwa “amati internet” itu disepakati dalam beberapa kali pertemuan teknis untuk menyikapi imbauan majelis-majelis agama (15/2) itu hingga pertemuan teknis terakhir pada 12 Maret 2018.

Kesepakatan dalam pertemuan terakhir itu dihadiri Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kementerian Agama, semua operator seluler di Provinsi Bali, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Jaringan internet yang mati saat Nyepi adalah untuk ‘smartphone’ atau android, sedangkan internet untuk pelayanan publik yang berkaitan dengan keamanan, kesehatan, kebencanaan, dan bandara tetap hidup, termasuk dengan e-Gov Provinsi Bali tetap hidup, ujar Kadis Kominfo Bali Nyoman Sujaya.

“Ogoh-ogoh” Program Siaran Merespons surat edaran Kemenkominfo itu, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk siap mematikan sementara layanan IndiHome, baik untuk internet dan televisi di Bali selama 24 jam menghormati Hari Raya Nyepi.

Kami menjalankan imbauan pemerintah dengan mematikan layanan internet dan tv selama Nyepi mulai Sabtu (17/3) pukul 06.00 WITA hingga Minggu (18/3) pukul 06.00 WITA, kata General Manager Telkom Denpasar I Komang Widnyana Karang di Denpasar (16/3).

Sementara itu, untuk sejumlah objek vital, seperti bandara, keamanan untuk TNI dan Polri, rumah sakit serta layanan kepentingan umum lainnya yang menggunakan layanan Telkom di luar IndiHome masih tetap berjalan seperti biasa.

Senada dengan itu, operator penyedia jasa seluler Telkomsel juga menyatakan siap mematikan jaringan internet, jaringan data selular saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di Pulau Dewata.

Pada prinsipnya kami mengikuti arahan pemerintah jika diminta mematikan internet jaringan selular saat Nyepi kami pasti siap, kata Corporate Communications Telkomsel Bali Nusra, Teni Ginaya, saat berkunjung ke kantor LKBN Antara Biro Bali di Denpasar (13/3).

Menurut dia, jika seruan itu berjalan maka dipastikan internet data selular di kawasan perkotaan di Bali mati, sedangkan untuk di daerah perbatasan tidak bisa maksimal karena kemungkinan selular di perbatasan mendapat jaringan internet dari daerah lain.

Misalnya warga yang tinggal di kawasan Gilimanuk bisa saja mendapatkan jaringan dari base transceiver station (BTS) di Banyuwangi, ujarnya kepada pimpinan dan karyawan LKBN Antara Biro Bali.

Pandangan pihak Telkomsel Bali-Nusra itu agaknya membenarkan praktik “Amati Internet” pada Nyepi 2018 yang masih bersifat “on-off” karena jaringan internet memang sempat mati, namun masih ada jaringan tertentu yang kadang “naik-turun”.

Kecepatan seluler naik-turun, saya pakai wifi di hotel yang lancar, kata seorang fotografer yang memantau suasana Nyepi dari sebuah hotel di kawasan Tuban, Badung.

Menurut Konsultan Penyiaran di Bali yang juga Ketua AMSI Bali, I Nengah Muliarta, Nyepi 2018 yang “nyepi siaran” itu secara prinsip juga menjadi salah satu upaya dalam memanusiakan manusia.

Dalam artian memanusiakan para pekerja di lembaga penyiaran, khususnya di Bali. Memanusiakan manusia, khususnya pekerja lembaga penyiaran yang dimaksud adalah menghargai pekerja sebagai manusia yang membutuhkan waktu untuk mengistirahatkan badan dan pikiran, katanya.

Ya, “amati internet” atau “Nyepi siaran” yang dirintis mulai Nyepi 2018 agaknya tidak hanya menghormati umat Hindu, namun memberikan waktu kepada pekerja penyiaran untuk melakukan koreksi terhadap program siaran, apakah program siaran yang selama ini disajikan sudah menempatkan manusia sebagai manusia, atau masih memuat konten ledekan, cacian, makian dan hujatan yang secara etika mirip “ogoh-ogoh” yang harus “dimatikan”. (JKN BALI )

Komentar