Penyalahgunaan Napza Masih Tinggi Butuh Rehabilitasi Bagi Pecandu

Tak Berkategori

CIREBON,(JKN) – Penyalahgunaan napza dari remaja hingga dewasa di Indonesia tak dapat dihindari, setiap tahunnya terus meningkat, faktanya pada tahun 2015 tercatat 5,8 juta jiwa, data BNN menyebutkan dari angka 34,7 juta jiwa pecandu narkotika di Indonesia, prevalensi Jawa Barat ada di angka 2,45%. Dengan jumlah absolut pecandu narkotika di Jawa Barat 850 ribu jiwa.

Kasus penyalahgunaan narkotika masih menjadi pekerjaan rumah di Jawa Barat. Dalam beberapa tahun terakhir perkembangannya tercatat terus meningkat.. “Data dari Polda Jabar, tahun 2015 sekitar 2.000 (kasus), tahun 2016 sekitar 3.000 (kasus, menurut ketua BNN Propinsi Jawa Barat).

Dari berbagai kasus pecanduan napza yang ditangani, sabu dan ganja masih menjadi jenis narkotika yang banyak digunakan. Kemudian penyalahgunaan berikutnya yang marak dikalangan anak muda terutama di tingkat desa adalah penyalahgunaan obat obatan daftar G, seperti Tramadol, Trihexyphenidyl (THD), Somadril / Carisoprosdol, yang termasuk Benzodiazepin  alprazolam, lorazepam, clonazepam, clobazam, diazepam dan nitrazepam.

Stigma negative menjadikannya paradigma  di masyarakat bahwa, pecandu dipandang sebagai penjahat yang harus dipenjara dan dianggap sampah masyarakat. Lantas pertanyaannya “kenapa harus menunggu ditangkap dahulu oleh pihak berwajib…?

Kenapa tidak dengan suka rela lapor ke IPWL untuk direhabilitasi..?”, kebanyakan selama ini pecandu narkoba takut untuk melapor dan ketika sudah ditangkap pihak kepolisian dan dimasukan kedalam jeruji besi, baru merengek-rengek minta direhabilitasi.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan Wajib Lapor bagi pecandu narkotika merupakan amanat dari UU No. 35 tahun 2009 Pasal 54 berada di Bab IX UU Narkotika tentang Pengobatan dan Rehabilitasi.

Sedangkan Pasal 127 berada di Bab XV tentang Ketentuan Pidana tentang Narkotika. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah mendorong para pecandu melaporkan diri kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk menjalani rehabilitasi secara medis maupun sosial.

Menyikapi hal itu, Yayasan Pradita Madani Cempaka (PRAMA) salah satu lembaga sosial yang peduli terhadap penanganan korban penyalahgunaan NAPZA di wilayah Cirebon sejak 3 tahun ini, ditunjuk oleh Kementerian Sosial RI berdasarkan SK Mensos No : 16/HUK/2016, SK Mensos No.214/HUK/2017 dan SK Mensos No.43/HUK/2018.

Sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) bagi korban penyalahguna NAPZA, merupakan upaya pemerintah dengan melibatkan komponen masyarakat, mendorong para pecandu melaporkan diri untuk menjalani rehabilitasi secara medis maupun sosial.

Secara khusus Yayasan Prama mengimbau kepada keluarga serta masyarakat luas agar memberikan dukungan kepada pecandu, Sebab pada dasarnya pecandu merupakan korban dari peredaran dan perdagangan gelap narkotika serta korban penyalahgunaan narkoba.

Oleh sebab itu, diharapkan peran aktif keluarga dan masyarakat. Kalau tidak bisa mengatasi sendiri bisa mendatangi layanan rehabilitasi sosial terdekat. Penjara bukan solusi yang tepat untuk membuat para pecandu jera. (Omika/IDA, JKN)

Komentar