Kejari Banyuwangi Periksa 5 Saksi Dugaan Tindak Pidana Korupsi Program Prona Desa Cantuk

Tak Berkategori

BANYUWANGI – JKN, Proses hukum laporan dugaan tindak pidana korupsi Program Prona tahun 2012, 2014, 2015 dan 2016 sebanyak kisaran 800 bidang di Desa Cantuk Kecamatan Singojuruh terus bergulir.

Pasalnya, menurut Fauzi (korban sekaligus saksi) mengatakan bahwa 5 orang warga Desa Cantuk, yakni; Wahab, Huldi, Sarip, P. Sukoyo, dan Fauzi sendiri hari ini memenuhi panggilan pihak Kejaksaan Negeri Banyuwangi untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi Program Prona Tahun 2012, 2014, 2015 dan 2016 di Desa Cantuk Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. “Status kasus ini sudah penyidikan,” jelas Fauzi, Kamis siang (22/3/2018) di Kantor Kejaksaan Negeri Banyuwangi. 

Dikatakan Fauzi, bahwa pada saat itu Wahab datang ke rumah Kades Cantuk, Masbudi sambil membawa kwitansi pembelian sebidang tanah tahun 2007, dengan maksud mau mengurus Akta Tanah melalui PPAT yang dikwitansi tersebut.

Saat itu Wahab dimintai biaya sejumlah Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah), kemudian ketika itu Masbudi menyarankan supaya diikutkan pada Program Prona dengan menambah biaya sejumlah Rp 500 ribu, jadi semuanya Rp 2 juta.

Kemudian biaya tersebut dibayar lunas oleh Wahab kepada Masbudi tanpa kwitansi. Karena rata-rata ketika orang-orang itu meminta kwitansi pembayaran, Kades Cantuk tidak mau membuatnya.

Maka kemudian muncullah sertifikat yang diikutkan Program Prona tersebut dengan atas nama istri Wahab yang bernama Samini.

Namun, riwayat tanah di sertifikat itu justru tidak melalui proses PPAT. Melainkan dikonversi dengan keterangan riwayat tanah di sertifikat tersebut kwitansi jual beli 1997.

Berdasarkan temuan ini, diduga ada pemalsuan data, karena konversi tersebut tanpa sepengetahuan Wahab. Diduga hanya untuk meraih keuntungan saja supaya tidak melalui proses PPAT.

Lebih lanjut Fauzi mengatakan bahwa menurut cerita Bandi dan Bendahara Pokmas (Muli), bahwa Pokmas Program Prona di Desa Cantuk itu dibentuk setelah pengukuran, sedangkan Bandi dibentuk setelah selesai.

Tambah Fauzi, “Apakah Masbudi ini mau dibiarkan? Padahal mulai tahun 2012 lalu dia sudah mempunyai kesalahan fatal, karena Wahab sendiri sudah bayar Rp 2 juta yang katanya Rp 1,5 juta untuk biaya PPAT dan suruh menambah Rp 500 ribu untuk Pronanya,”

“Tapi kenyataannya justru dikonversi. Sedangkan masyarakat sudah tahu bahwa ini adalah kedzaliman, apakah akan dibiarkan?,” ujar Fauzi.

“Dan rata-rata sertifikat produk Program Prona di Desa Cantuk itu dikonversi. Sedangkan memungutnya kepada masyarakat peserta Program Prona antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta bagi yang tidak punya PPAT, sementara yang punya PPAT dipungut biaya Rp 500 ribu,” pungkas Fauzi. ( Ted)

Komentar