DI TENGAH REVOLUSI DIGITAL, INDONESIA BUTUH GUBERNUR BI RASA MILENIAL

Tak Berkategori

JAKARTA,JKN – Proses uji kepatutan dan kelayakan untuk calon Deputi Gubernur dan calon Gubernur Bank Indonesia (BI) akan dijadwalkan pada 27-29 Maret 2018 mendatang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

Perry Warjiyo menjadi calon tunggal yang diusulkan pemerintah kepada DPR untuk menggantikan Agus D.W. Martowardojo yang purna tugas pada Mei 2018 nanti.

“Gubernur BI dan Deputi Gubernur BI baru, nantinya tanggung jawab mengembalikan kepercayaan pasar. Yang terpenting dilakukan adalah koordinasi dari segi fiskal dan moneter, bagaimana bisa memperbaiki kondisi ekonomi,” ujar aktivis Mahasiswa Peduli Ekonomi Nasional, Andi melalui rilis tertulisnya, Minggu (25/3).

Andi mengingatkan, melemahnya nilai tukar rupiah menjadi salah satu hal yang disorot masyarakat. Bagaimana tidak, nilai tukar rupiah anjlok hingga Rp 13.800 per dolar AS. Nilai tukar rupiah ini yang terlemah dalam 10 bulan terakhir.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan stagnan, dan jumlah masyarakat miskin tidak menurun secara drastis‎, ekonomi melemah, rakyat semakin tertekan,” urainya.

Menurut Andi, Presiden Jokowi dan para Menteri ekonomi yang terlalu berkiblat paham ekonomi barat harus jujur apa adanya mengakui kondisi perekonomian saat ini.

“Pemerintah selalu katakan pertumbuhan ekonomi bagus tetapi fakta sebaliknya tidak begitu,” ujarnya.

Melihat kondisi hari ini dan kebutuhan Negara terhadap ahli kebijakan moneter yang mempunyai jiwa Nasionalisme, Andi pun mengingatkan Komisi XI DPR harus hati-hati menerima calon tunggal Gubernur Bank Central. Menurut Andi, DPR bisa saja menolak sesuai UU 3/2004 tentang BI, sebelum melakukan fit and proper test terhadap Perry Warjiyo yang juga mantan Direktur IMF.

“Kita tahu selama Perry W menjabat deputi gubernur, rupiah terhadap dolar terus melemah,” ulas Andi.

Dia menambahkan, bahwa saat ini rakyat butuh gubernur BI yang bukan titipan asing, serta tidak menjadi kepanjangan pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF). Sepanjang 2016-2017 lalu ia mencatat BI lebih banyak melakukan suspend fintech dan dianggap belum memberi insentif yang dibutuhkan pelaku usaha fintech. Maka dari itu, lanjut Andi, perlu adanya Gubernur BI rasa milenial di tengah revolusi digital ini, serta tidak alergi terhadap inovasi. ( Red/Af )

 

Komentar