“Ada Apa Dengan Kitab Kuning?*”. _Relevansi dan Kontribusinya Di Sepanjang Masa

Oleh : K. IMAM MAS’UD, SPdI. (Pengasuh Ponpes RODLIMAN BABURRIDLO/Huliywudd Center. Koordinator Penyuluh Agama Islam Bid. Kerukunan Ummat Beragama Kab. Banyuwangi Jawa Timur.

“Kitab Kuning” sebagaimana dikemukakan Martin van Brueinessen dalam bukunya berjudul “Pesantren And Kitab Kuning:
Maintenance And Continuation Of A Tradition Of Religious Learning”
telah lama dikenal akrab oleh kalangan pondok pesantren di Kawasan
Nusantara, berupa lembaran-lembaran kertas berwarna kuning disertai
komentar (syarh) pada sisi tengah margin atau bersambung (hasyiyyah)
dengan teks pokok (matan) kitab tersebut menjadi karakter yang khas
untuk menyebut teks klasik ini dan menyematkannya sebagai warisan
kekayaan intelektual ulama, kendatipun beberapa peneliti orientalis dan
para intelektual reformis bahkan juga sebagian sarjana muslim modern
menolak keabsahannya sebagai literatur ilmiah, namun “kitab kuning”
memiliki perannya tersendiri dalam merekam jejak sejarah kehidupan
manusia, khususnya pendidikan pesantren yang tetap eksis dan lestari
hingga di era 4.0 ini.

(1). Seorang orientalis sebelum Martin yang tertarik melakukan
penelitian di pesantren, bernama L.W.C, van den Berg dalam laporan
hasil risetnya berjudul “Pesantren Curriculum” pada tahun 1886, ia
menyebutkan secara rinci koleksi “kitab kuning yang berada dan dipelajari di pesantren Jawa dan Madura berkisar 50 judul dan beberapa kitab dijelaskan oleh Berg sebagai materi inti dalam kurikulum yang diaplikasikan di pesantren. Sedangkan pada tahun 1990, Martin dalam
risetnya menemukan sekurangnya 900 judul kitab kuning yang tersebar dalam klasifikasi keilmuan Islam dan digunakan dalam kurikulum pesantren pada saat itu.

(2). Sedangkan dalam pengertian sederhana Kitab kuning juga dapat
diartikan dengan kitab yang berisi ilmu-ilmu keislaman, fiqh khususnya, yang ditulis atau dicetak dalam Bahasa Arab/Melayu/Jawa/Sunda dan
sebagainya tanpa memakai harakat/syakal (tanda baca/baris).

(3). sehingga acapkali ia juga disebut sebagai “kitab gundul”. Penyebutan Kitab Kuning dikarenakan pada umumnya kitab-kitab tersebut dicetak pada lembaran
kertas berwarna kuning.

(4). Dari pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa kitab kuning adalah kitab literatur dan referensi Islam dalam bahasa Arab klasik meliputi berbagai bidang studi Islam seperti Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Aqidah Fiqih, Tauhid, Ilmu Kalam, Nahwu dan Sharaf atau ilmu lughah termasuk Ma’ani Bayan
Badi’ dan Ilmu Mantik, Tarikh atau sejarah Islam, Tasawuf, Tarekat, dan Akhlak, dan ilmu-ilmu apapun yang ditulis dalam Bahasa Arab tanpa harokat, mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas
“kekuning-kuningan”, yang biasanya dipelajari terutama di pesantren.

(5). Kitab kuning yang merupakan karya tulis ilmiyah monumental para Mujtahid dan Ulama menjadi ciri khas dan karakter Pondok Pesantren, Kitab Kuning adalah sebutan khas masyarakat Indonesia, di
Timur tengah ia disebut Kutub at -Turots. Kitab kuning konten dan isinya
ialah hukum-hukum atau fatwa para mujtahid yang berkaitan erat dengan
fiqih, aqidah dan akhlaq menjadi literatur agama Islam yang utama setelah Al-Qur’an dan Al- Hadits Oleh sebab kitab kuning senantiasa menjadi objek kajian pokok dalam pendidikan diniyah di pondok
pesantren.

(6). Mempelajari kitab kuning yang berbahasa arab seperti kitab-kitab
hadits ataupun tafsir al-Quran tidaklah mudah, karena dibutuhkan didiplin
ilmu ilmu alat atau kaidah Bahasa Arab. Ilmu alat yang dimaksud adalah
nahwu, sharaf, lughah, dan balaghah. Ilmu tersebut menjadi studi paling diprioritaskan di pesantren sebagai upaya untuk menjadikan santri sebagai kader-kader yang memiliki pemahaman benar dan baik terhadap Al Qur’an dan As Sunnah melalui penjelasan ulama dalam kitab kuningnya. Semua ilmu-ilmu tersebut jika dipelajari dengan model pembelajaran klasik tentu banyak memakan waktu yang lama dikarenakan pembelajaran tradisional menggunakan beberapa metode pembelajaran meskipun efektif namun tidak efisien,

Di antaranya adalah :

a) metode bandongan, yaitu santri memaknai kitab gundul yang
dibacakan dan dijelaskan oleh kiai sembari mencatat keterangan-
keterangan yang diperoleh selama kegiatan mengaji berlangsung;

b) metode sorogan, yaitu santri membaca kitab yang telah dipelajari di
hadapan guru/kiai. Sementara itu, guru menyimak dan memberi
pertanyaan mengurai dari bacaan santri dan mengoreksi bila ada bacaan
yang salah;

c) metode hafalan, digunakan untuk menguasai materi-materi
kitab kuning, baik yang berupa nazam (syair) atau natsar (prosa).

(7) Atas dasar itulah pondok pesantren mendapat tuntutan untuk
berinovasi cerdas dalam pembelajaran kitab kuning, agar pembelajaran
lebih efektif dan efisien tidak perlu waktu yang lama _(thuluzzamaan),_
sehingga dengan metode belajar cepat harapannya selain menguasai ilmu ilmu agama melalui kitab kuning santri juga punya banyak waktu untuk mempelajari bidang-bidang lainnya harus dimilikinya. Santri harus mempunyai berbagai kompetensi dan keterampilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan tuntutan zaman di masa kini maupun masa
mendatang.

(8) Sebuah inovasi yang dilakukan Pondok pesantren Rodliman Baburridlo Rogojampi Banyuwangi yang penulis asuh dalam
pembelajaran kitab kuning adalah membuat materi pembelajaran kitab kuning yang disebut dengan materi Huliywudd Lil Kutub. Materi Huliywudd Lil Kutub adalah sebuah materi Nahwu Shorof atau
gramatika Bahasa arab dasar yang menjadi alat untuk memahami dan menguasai kitab kuning, merupakan materi rumusan dan ringkasan dari beberapa Kitab Nahwu Shorof Jurumiyah, Imrithi, Alfiyah dan lain
sebagainya.

Materi ini dapat mempermudah santri dalam memahami dan mempraktekkan kaidah-kaidah Arab ke dalam kitab kuning. Materi Huliywudd Lil Kutub merupakan materi praktis bagi Mubtadi’in yakni
para pemula untuk mendalami makna kandungan Al-Qur’an , makna Hadits dan kitab kuning. Semoga Allah SWT selalu membimbing kami para pengasuh pondok pesantren dalam melestarikan warisan monumental Para Ulama. Dan semoga banyak generasi penerus Islam masa kini yang mampu menggali samudera keilmuan yang teekandung dalam lembaran-lembaran kitab kuning yang berkilaun dengan cahaya petunjuk Ilahi Rabbi yang telah dituangkan melalui torehan tinta-tinta yang terukir di atasnya oleh tangan -tangan sejuk yang penuh kasih sayang demi ummat manusia sepanjang zaman.

Referensi :

(1) Fikri Mahzumi , KITAB KUNING: JEJAK INTELEKTUAL PESANTREN . (Article · January 2016 UINSA
Surabya).

(2) Fikri Mahzumi , KITAB KUNING: JEJAK INTELEKTUAL PESANTREN . (Article · January 2016 UINSA
Surabya)

(3) Ensiklopedi Hukum Islam III, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, cet.II, 1999),

(4) Zaini Dahlan , HAZANAH KITAB KUNING: MEMBANGUN SEBUAH APRESIASI KRITIS (J u r n a l ANSIRU PAI V o l. 3 N o. 1. J a n u a r i – J u n i 2 0 1 8 )

(5). Musthofa, KITAB KUNING SEBAGAI LITERATUR KEISLAMAN DALAM KONTEKS PERPUSTAKAAN PESANTREN (Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018).

(6) Sholihan, Strategi Pembelajaran Kitab Kuning Melalui Bantuan Materi Al-Miftah Lil Ulum Di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. (CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman Volume 4, Nomor 2, Desember 2018; P-ISSN 2443-2741; E-ISSN 2579-5503)

(7) Ibnu Ubaidillah & Ibnu Rif’an, EFEKTIVITAS METODE AL-MIFTAH LIL ʻULUM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS MEMBACA KITAB KUNING PADA SANTRI MADRASAH DINIAH (JURNAL PIWULANG, Vol. 2 No. 1 September 2019, 35-48)

(8) Sholihan, Strategi Pembelajaran Kitab Kuning Melalui Bantuan Materi Al-Miftah Lil Ulum Di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. (CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman Volume 4, Nomor 2,
Desember 2018; P-ISSN 2443-2741; E-ISSN 2579-5503)

Publisher : Teddy

Komentar