3 Hal yang Harus Diperhatikan Oleh Pengembang Kurikulum Tahfidz. Kajian Konsep Pembelajaran al Quran Menurut KH. Arwani Kudus

Oleh : Tatik Muti’ah, S.Pd.I*

Program pendidikan tahfidz al Quran saat ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Mereka berbondong-bondong mendaftarkan putra-putrinya di lembaga yang memiliki program menghapal kitab suci dengan harapan kelak memiliki putra-putri yang hafal al Quran sekaligus mengamalkan isinya.

Hal ini merupakan sebuah perkembangan yang sangat menggembirakan dalam dunia pendidikan dan PAI hususnya. Pondok-pondok pesantren, madrasah, sekolah, dan berbagai lembaga pendidikan berlomba-lomba membuka program tahfidz bagi anak-anak didiknya. Banyak instansi pemerintah dan praktisi menyediakan berbagai fasilitas yang cukup menggiurkan bagi siswa yang berprestasi di bidang tahfidz al Quran.

Maraknya program tahfidz memicu lembaga-lembaga pendidikan mulai jenjang yang paling dasar sampai tinggi mengadakan program menghafal al Quran. Keadaan seperti ini tentu harus diimbangi dengan kurikulum yang baik agar tujuan pembelajaran tahfidz tercapai, artinya program tahfidz al Quran tidak terkesan sebagai media sponsor untuk menarik minat siswa bersekolah di lembaga tersebut melainkan lembaga memilki kredibilitas mencetak para penghafal al Quran penerus para ulama’.

Pembelajaran tahfidz al Quran memang memiliki dua sudut arah yang berlawanan. Di sisi lain menghafal al Quran itu berat, mengingat predikat al Quran sebagai Qoulan Tsaqiilan (al Muzammil ; 5). Tetapi Allah juga berjanji memberikan kemudahan bagi yang mau berusaha menghapalnya. Di antaranya firman Allah Q.S. al Qomar;17 :

وَلَقَد يَسَّرنَا القُرأنَ لِلذِّكرِ فَهَل مِن مُدَّكِر

Artinya : “dan sungguh kami permudah al Quran untuk disebut, maka adakah orang yang mau menyebutnya?”
Beberapa penafsiran ulama’ tentang ayat tersebut :
Mujahid bin Jabir (w 104 H) kami mudahkan al Quran untuk dihafal.
Sa’id bin Jubair (w 95 H) kami mudahkan untuk dibaca dan dihafal, dan tidak ada satupun kitab-kitab Allah yang dapat dibaca dan dihafal keseluruhan isinya selain al Quran.

Dengan demikian makna dari muddakir adalah berusaha keras untuk menghafal. Ayat ini memberikan dorongan kepada kita untuk terus belajar dan berdedikasi untuk al Quran, karena Allah telah memudahkannya untuk dibaca dan dihafal keseluruhan isinya oleh semua hambanya baik yang muda atau tua, dari bangsa Arab maupun Ajam.

Maka dapat difahami bahwa Allah yang menurunkan al Quran sebagai Kalam yang berat, namun Allah pula yang memberikan kemudahan menghafal bagi orang yang mau berusaha keras menghafalnya.
Kandungan ayat ini memberikan pesan untuk kita umat Islam bahwa menghafal al Quran itu membutuhkan kemauan tinggi, perjuangan, dan strategi husus.

Menghafal al Quran itu menurut penulis unik dan romantis. Unik karena masing-masing orang punya caranya sendiri dalam menghafal yang kadang sulit dideskripsikan atau ditiru oleh orang lain. Romantis karena menghafal itu membutuhkan suasana tertentu, menumbuhkan rasa cinta luar biasa. Penghapal al Quran akan punya orientasi setiap saat kapan dia harus muroja’ah dan kapan dia menghatamkan.

Maka untuk mencapai hafalan yang mutqin dibutuhkan strategi husus dalam menjalankan aktifitas menghafal al Quran.
Bagi pengelola lembaga pendidikan yang mengadakan program tahfidz al Quran hendaknya memperhatikan segala system, dan operasional yang mendukung efektifitas program termasuk kurikulum yang didesain untuk pembelajaran tahfidz al Quran. Memang metode menghafal itu bermacam-macam. Beda lembaga pasti beda metode dan cara menghafal. Seorang pembimbing tahfidz biasanya hanya bisa mengaplikasikan metode yang dia dapat dari guru atau dari lembaga tempat dia menempuh hafalan, dan sulit baginya untuk mengadopsi metode yang lain. Namun ada tiga konsep dasar yang harus dijalankan dalam sebuah proses menghafal al Quran yang diajarkan oleh pakar muqri’ al Quran KH. Arwani dari Kudus supaya bacaan dan hafalan al Quran berhasil dengan baik dan benar.

Ketiganya beliau ulas dalam sambutan beliau di kitab risalatulqurro’ wal huffadz karangan KH. Abdulloh Umar bin Baidlowy Kudus. Konsep ini bisa dijadikan acuan dalam menyusun desain kurikulum tahfidz di madrasah atau pesantren. Tiga konsep tersebut beliau ungkapkan dalam bahasa jawa : “mawi dipun guru-aken, dangu mangsanipun, tansah dipn damel darusan”. (harus berhadapan dengan seorang guru, waktu yang lama, selalu dipakai tadarus/baca bergantian)

Belajar di hadapan guru
Beliau menjelaskan bahwa belajar al Quran harus musyafahah (berhadapan secara langsung) atau face to face dengan seorang guru yang telah teruji kompeten di bidang bacaan al Quran dan telah diakui keilmuannya. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, beliau mampu menghafal dan melafadzkan al Quran dari apa yang diajarkan oleh Jibril as. Bisa dikatakan Jibril adalah guru Rosululloh saw.

Proses penerimaan wahyu al Quran adalah : Jibril membaca dan Nabi mengikuti bacaan Jibril. Begitupula saat Nabi menyampaikannya di hadapan para sahabat, nabi membaca dan para sahabat menirukan apa yang dibca oleh Nabi. Demikian cara seperti ini terus menerus berlangsung hingga saat ini. Sehingga tidak dibenarkan menghafal al Quran secara otodidak tanpa pendampingan oleh seorang guru.

Pengembang kurikulum tahfidz harus memilih tenaga pembimbing yang benar-benar ahli, supaya para siswa yang mengikuti program ini mendapatkan pendampingan dan bimbingan yang maksimal baik dari segi bacaan al Quran maupun ketajaman hafalan. Sebaiknya guru memperbaiki bacaan santri terlebih dahulu melalui pembinaan tajwid sebelum mengarahkan mereka untuk menghafal, karena terlanjur menghafal bacaan yang salah akan berakibat fatal, selain merusak riwayat dapat juga merusak ma’na. Oleh sebab itu ulama’ bersepakat bahwa wajib hukumnya bertajwid saat membaca al Quran.

Kegiatan membenahi bacaan al Quran sebelum menghafal biasa disebut tahsin. Di samping tahsin, guru tahfidz juga harus siap mengadakan bimbingan menghafal secara Talaqqi, yaitu guru membacakan ayat kemudian murid menyetorkan hafalan sesuai dengan bacaan guru. Dalam hal ini guru tahfidz harus memiliki sanad bacaan al Quran.

Guru tahfidz yang kompeten dapat merencanakan kegiatan pembelajaran tahfidz dengan tepat setiap kali pertemuan untuk penambahan maupun muroja’ah hafalan, menentukan target hafalan siswa sesuai kemampuan masing-masing dan menentukan durasi waktu. Proses pembelajaran juga akan dilakukan dengan teliti dan hati-hati.

Waktu yang lama Sering kali kita mendengar kalimat “6 bulan hafal al Quran” atau sejenisnya. Kalimat semacam ini dapat mengecoh calon siswa yang akan mengikuti program tahfidz al quran. Harus dipahami, untuk mendapat hafalan al Quran secara keseluruhan dengan baik membutuhkan waktu yang tidak sebentar. KH. Arwani menghimbau kepada santri atau murid yang sedang belajar al Quran agar sabar dan berhati-hati dalam belajar serta tidak terburu-buru mengejar target hatam.

Bisa jadi dia nanti asal hatam atau hatam asal-asalan. Pengembang kurikulum tahfidz al Quran harus mempersiapkan alokasi waktu yang cukup untuk kegiatan menghafal dan membangun komitmen dengan calon siswa dan orangtua agar dapat mengikuti pembelajaran tahfidz secara utuh dan keseluruhan.

Program tadarus muroja’ah hafalan
Cara yang paling efektif menjaga hafalan adalah dengan sering mengulang-ulang hafalan yang sudah didapat, baik dengan guru atau dengan teman melalui metode tadarus. Hal semacam ini sudah menjadi tradisi menghafal sejak masa Rosululloh saw.

Rosululloh sering mengadakan tadarus, baik bersama Jibril maupun dengan para sahabat. sekali waktu Rosululloh membaca di hadapan sahabat. Sebagaimana hadits riwayat Muslim :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأُبي بن كعب : “إن الله أمرني أن أقرأ عليك” قال : آ لله سماني لك ؟ قال الله سماك لي. قال انس فجعل أُبي يبكي.

Artinya : Rosululloh saw berkata kepada Ubay bin Ka’ab : “Sungguh Allah memerintahku untuk membacakan Alqur-an di hadapanmu”. Ubay berkata :”apakah Allah menyebut namaku?” Nabi menjawab :” Allah menyebut namamu”. Anas berkata : maka menangislah Ubay.

Dan Sekali waktu Rosululloh yang mendengarkan bacaan Alqur-an, dari Jibril atau dari salah seorang sahabat beliau. Sebagaimana hadits-hadits di bawah ini :

كان النبي صلى الله عليه وسلم اجود الناس واجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان جبريل يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القران فلرسول الله صلى الله عليه وسلم اجود بالخير من الريح المرسلة.

Artinya : Nabi Muhammad saw adalah orang yang paling derma dalam kebaikan, dan keadaan paling derma adalah ketika bulan Romadlon saat ditemui oleh Jibril. Adalah Jibril menemui Muhammad di setiap malam maka dia membaca Alqur-an. Maka sungguh Rosululloh lebih derma dalam kebaikan daripada angin yang berhembus”.
عن عبد الله ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال لي النبي صلى الله عليه وسلم : “إقرأ علي القران” قلت : أأقرأ عليك وعليك أنزل؟ قال : “إني أحب أن أسمعه من غيري” فافتتحت سورة النساء فلما بلغت ( فكيف اذا جئنا من كل امة بشهيد وجئنا بك على هؤلاء شهيدا) قال : “حسبك” فالتفت اليه فإ ذا عيناه تذرفان.

Artinya: Abdulloh bin Mas’ud berkata : Nabi Muhammad saw berkata kepadaku : “bacalah Alqur-an di hadapanku”. Aku berkata : “apakah saya membaca di hadapanmu sementara Alqur-an turun Kepadamu?”. Nabi bersabda : “aku senang mendengarnya dari orang lain”. Maka akupun mulai membaca Surat Annisa’ dan ketika sampai pada ayat ( yang artinya ) : [maka Bagaimana ketika Kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan kami datangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka semua?. Nabi berkata: “cukup”. Aku menoleh kepada Nabi ternyata air mata beliau mengalir.

Dalam riwayat lain dari Abi al Ahwash aljamsyi :

قال : ان كان الرجل ليطرق الفسطاط طروقا : اي يأتيه ليلا فيسمع لأهله دويا كدوي النحل قال فما بال هؤلاء
يأمنون ما كان أولئك يخافون ؟

“ seseorang mengintai perkemahan pasukan muslimin, maka dia mendengar gaung suara (membaca al Quran) seperti suara lebah. Dia berkata heran : apa gerangan yang membuat orang-orang ini merasa aman, dan tidak merasa takut sama sekali?”

Dengan demikian, pengembang kurikulum tahfidz harus mempersiapkan alokasi waktu yang tepat dan cukup agar pembimbing dapat mendesain kurikulum tahfidz al Quran secara efektif dan efisien.

Itulah tiga konsep dasar yang dapat dijadikan acuan dalam desain kurikilum tahfidz baik di pondok pesantren atau madrasah. Apabila tiga-tiganya dapat terpenuhi insy-aAllah pembelajaran tahfidz dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Semoga membawa manfaat bagi kita semua.

*penulis adalah mahasiswa Pascasarjana IAIN Jember Prodi PAI dan pembimbing tahfidz di PP. Subulussalam Sidomulyo-Jember.

Publisher : Teddy

Komentar